
Inilah hujan yang kaucintai itu,Imam,
yang membuat kata-kata sama purbanya dengan senja
dan praktikum genetika tiba-tiba meloncat ke suatu tempat yang
di kemudian hari tersusun-susun sebagai mimpi.
Inilah hujan yang sangat kaucintai itu,Imam,
yang datang sebagai bayang yang kita tarikan,selalu,
dalam dua irama yang tidak sama:
kau menuntun basah itu,menjadikannya kuas bagi lukisan pohon philogenetikmu
sementara aku menelusuri jejak-jejak Chopin dan,selalu,
hampir mati dalam kemurungan.
Lalu sebagaimana nasib seorang pecinta yang malang,
kita cuma bisa mengutipnya sebagai kata,
dan,selalu,hanya kata.
No comments:
Post a Comment